oleh Rojak Nurhawan
Pendamping Hukum Rakyat (PHR) adalah mereka yang bekerja mendampingi serta menguatkan kembali aturan norma atau kebiasaan yang telah terjadi serta dilakukan secara turun temurun. Individu-invidu yang bekerja in memiliki keinginan serta cita-cita yang luhur untuk mengabdikan dirinya demi perubahan diri, lingkungan sekitar, desa bahkan yang lebih luas adalah Negara. Berikut sepenggal pengalaman kecil peristiwa dilapangan bagaimana PHR bekerja. Sebagai sebuah studi kasus yang mungkin bagi sebagian besar para aktifis pro perubahan merupakan hal yang biasa saja. Tulisan singkat ini hendak menggambarkan bagaimana masyarakat serta para aktifitis kampung yang telah mengikuti serial Pendidikan Hukum Kritis Bekerja ditingkat lapangan. Salah satu studi kasus yang diambil adalah Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor.
Gambaran Umum Lokasi
Desa Kiarasari salah satu desa dikawasan Ekositem Halimun, merupakan desa dengan kategori disekitar kawasan hutan. Secara administrative masuk dalam wilayah Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Luas Wilayah Desa 1075,96 ha (Berdasarakan Pemetaan Partisipatif). Desa ini dihuni oleh 9.542 Jiwa. Mata pencaharian utama warga petani dan buruh tani. Penduduk yang tinggal dan menetap di desa ini terdiri dari dua bagian. Sebagian merupakan keturunan sekaligus pengikut dari Kasepuhan Urug, sebagian lainya adalah pendatang. Pilosofi dalam kehidupan masyarakat di desa ini adalah “ Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, Nu Hiji Eta Eta Keneh “ artinya tiga bagian penting dalam menjalankan aturan yaitu Adat, Agama dan Negara menuju kemaslahatan dunia dan akhirat untuk satu tujuan yang utama adalah kesejahteraan. Seperti desa-desa lainya didalam dan sekitar hutan masalah yang kerap muncul adalah infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Sedangkan potensi yang dimiliki adalah nilai-nilai lokal seperti gotong-royong dan musyawarah yang menjadi cirri khas utama masyarakat desa.
Kronologis Peran PHR Mewujudkan Pembaruan Desa
Pada 2002 Rimbawan Muda Indonesia (RMI) mulai masuk Kiarasari Masyarakat mulai mengenal pihak luar dan menempatkan sebagai mitra dalam melakukan perubahan desa. Melihat serta memahami kondisi sumber daya alam termasuk potensi yang dimiliki desa yang dilakukan oleh alumnus PHK.
Kemudian pada 2003, terjadi penolakan oleh masyarakat terhadap inkonvensional Perhutani. Masyarakat terutama kalangan Petani yang menggarap lahan sawah seluas 25 ha terbebas dari upeti yang dipungut Perhutani dengan dalih bahwa areal sawah masuk perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, kemudian setahun kemudian Pembentukan SEPEKAN (Serikat Petani Kawasan Hutan). Untuk menjaga soliditas dan solidaritas antar petani penggarap didalam kawasan hutan sekaligus sebagai wadah perjuangan petani dalam mengelola kawasan. Aksi kongrit yang dilakukan melakukan rehabilitasi kawasan di kampung Cibuluh Desa Kiarasari dan Kampung Gunung Leutik dengan cara mengintegrasikan tanaman kayu dengan tanaman yang tumbuh di bawah tegakan.
Progres masyarakat semakin terlihat dengan mendorong SK Kepala Desa tentang Tanam Serempak pada 2005. Hal ini adalah atas pembelajaran setelah gagal panen selama tiga tahun berturut-turut yang diakibatkan salah satunya penanaman tidak serempak, serta meninggalkan aturan yang telah dilakukan secara turun-temurun. Setelah itu dilakukan musyawarah para sesepuh, hasil musyawarah dituangkan dalam bentuk hukum tertulis yaitu SK Kepala Desa.
Setahun kemudian masyarakat melakukan pemetaan partisipatif sebagai alat negosiasi pemanfaatan ruang terhadap Pemerintah Daerah maka dilakukan pemetaan secara swadaya. Mereka juga mendorong pembangunan mikrohidro untuk memenuhi kebutuhan penerangan di Kampung Cibuluh maka didorong pemanfaatan air untuk sumber energi listrik. Dan mendapat support dari Pemprov Jawa barat.
Pada tahun ini PHR Kiara Sari melakukan penyusunan RPJMDes melalui FGD partisipatif yang difasilitasi RMI sehingga menjadi Pilot Project di Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Upaya ini agar mendorong program penanaman pala sebagai komoditas unggulan desa ditujukan untuk mengamankan tanah masyarakat dari investor perkebunan yang masuk ke desa.***
0 Comments
Leave a Reply