#hukumuntukrakyat

Follow Us

Law Pluralism

Strategic Issue: Law Pluralism

HuMa was established to achieve the vision of promoting a strong social movement to support the reform of legal systems and practices that are just for society and its environment, while respecting humanitarian values and social-cultural diversity. Legal pluralism is one of the tools used by HuMa to interpret the use of law and the relationships among them in relation to natural wealth.

Analisis terhadap Problem

Pluralisme hukum di Indonesia terbagi menjadi dua kategori, yaitu pluralisme hukum yang lemah dan pluralisme hukum yang kuat. Pluralisme hukum yang kuat terjadi dalam bidang hukum privat, seperti hukum keluarga. Sementara itu, untuk wilayah hukum publik, khususnya dalam hal pengelolaan sumber daya alam, berlaku pluralisme hukum yang lemah.

Pluralisme hukum yang lemah di bidang sumber daya alam berpotensi menyingkirkan rakyat dari ruang hidup dan kemanusiaannya, serta dapat mengakibatkan proses pemiskinan dan menghancurkan masa depan serta hak-hak mereka sebagai manusia dan warga negara. Namun, dominasi hukum negara terhadap masyarakat lokal atau adat, terutama dalam sektor publik seperti sumber daya alam, tidak sepenuhnya menghilangkan kemampuan masyarakat lokal untuk menyelenggarakan pengaturan sendiri.

Relevansi Kelembagaan

HuMa memandang bahwa untuk mewujudkan tatanan sosial yang adil, diperlukan suatu sistem penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun budaya. Sistem penguasaan dan pengelolaan ini harus menempatkan rakyat sebagai aktor dan tumpuan utama, serta didasari oleh penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, keadilan, keberagaman budaya, dan kelestarian ekosistem.

HuMa meyakini bahwa rakyat memiliki kemampuan untuk mengurus diri sendiri, termasuk dalam pengaturan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam, yang harus dilandasi oleh semangat penghormatan terhadap kemampuan rakyat untuk menentukan pilihan yang baik menurut keyakinannya. Kepercayaan ini menghadapi tantangan ketika negara dan kepentingan lain, termasuk pemilik modal berskala global, mengabaikan hak-hak rakyat atas kekayaan alam. Dalam menghadapi tantangan tersebut, pluralisme hukum digunakan sebagai alat untuk menjawab permasalahan yang ada.

Sikap dan Strategi HuMa

HuMa memandang bahwa dalam bidang sosial, khususnya terkait dengan isu kekayaan alam, terdapat banyak sistem hukum yang beroperasi. Selain hukum negara, juga ada hukum rakyat, serta hukum-hukum global yang melintas batas negara. Semua hukum ini saling bekerja dan mempengaruhi satu sama lain. Namun, hukum negara dan rezim hukum internasional cenderung lebih mendominasi, seringkali melakukan represi terhadap kepentingan komunitas atau rakyat, dan mengabaikan keberlakuan hukum tersebut. Kondisi ini mengakibatkan komunitas atau rakyat menjadi korban.

HuMa berposisi untuk mendampingi kelompok ini, baik yang merupakan korban dari kepentingan hukum global, negara, maupun hukum adat atau lokal. Meskipun demikian, komunitas atau rakyat sebagai pemilik kekayaan alam terus melakukan perlawanan, mampu bertahan dari tekanan, dominasi, dan represi yang dilakukan oleh negara dan kepentingan internasional melalui sistem hukum yang ada. Bahkan di banyak tempat, komunitas atau rakyat mampu menunjukkan bahwa sistem pengelolaan kekayaan alam yang mereka jalankan lebih berkelanjutan, menghormati alam, dan memuliakan kemanusiaan.

Kondisi ini menjadi modal untuk memperkuat legitimasi hak-hak rakyat atas kekayaan alam. Legitimasi hak-hak ini sangat diperlukan untuk mewujudkan tatanan sosial yang adil. Penguatan legitimasi hak-hak rakyat atas kekayaan alam harus dimulai dari sumber-sumber yang ada pada mereka, termasuk sumber daya hukum rakyat. Proses penguatan tersebut harus terfokus pada unit-unit yang masih memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan pengaturan sendiri, seperti desa, komunitas, atau istilah lain yang sejenis, tanpa mengabaikan nilai-nilai universal, seperti hak asasi manusia, keadilan gender, dan kelestarian ekosistem.

Berdasarkan penjelasan di atas, HuMa meyakini bahwa pluralisme hukum dapat digunakan untuk menyoroti hak-hak komunitas atau rakyat yang selama ini terabaikan oleh berbagai kepentingan. Di sisi lain, pluralisme hukum juga memberikan ruang bagi masyarakat lokal untuk menjalankan hukum-hukum mereka sendiri tanpa ketergantungan atau intimidasi dari hukum-hukum negara dan aparatnya. Untuk mengoperasikan pluralisme hukum ini, HuMa memilih unit-unit daulat rakyat terkecil, seperti komunitas, kampung, desa, dan nama lain yang sejenis sebagai basis untuk beroperasi.