#hukumuntukrakyat

Follow Us

MP3EI dalam Sebuah Panel

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) di Cisarua, Bogor, pada 25-28 Februari 2013. Ada beberapa panel diskusi yang diselenggarakan dalam rangkaian Munas KPA ini. Semacam, sentilan hadir dalam diskusi panel bertema “Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Politik Ruang, Krisis Ekologi HAM dan Pelembagaan Penyelesaian Konflik”.

Panel ini dikelola bersama HuMa, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman), ELSAM, dan Walhi. Selain panel ini, HuMa terlibat juga di panel bertema “Pelembagaan Penyelesaian Konflik Tenurial Kehutanan” bersama Epistema Institute.

MP3EI sebagai strategi pembangunan ekonomi diklaim Pemerintah akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada 2025. Indikatornya, antara lain, pendapatan per kapita berkisar USD 14.250 sampai USD 15.500 dan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0-4,5 triliun.

Guna mencapainya, Pemerintah mematok pra-syarat yang meliputi pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 sampai 7,5 persen pada periode 2011-2014, dan penurunan inflasi dari 6,5 persen pada 2011-2014 menjadi 3 persen pada 2025.

MP3EI sejatinya diimplementasikan berdasar potensi dan keunggulan masing-masing wilayah di Indonesia. Seluruh wilayah Indonesia sudah dikapling-kapling berdasar potensi dan rencana pengembangannya yang kemudian ditetapkan menjadi koridor-koridor ekonomi. Ada enam koridor ekonomi secara keseluruhan.

Sebagai contoh dapat dilihat Pulau Kalimantan (Koridor Ekonomi Kalimantan) dalam MP3EI ini memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional”. Strategi utamanya adalah mendorong investasi BUMN, swasta nasional dan foreign direct investment (FDI) skala besar. Untuk Pulau Kalimantan sebaran kegiatan ekonomi difokuskan pada: kelapa sawit, batubara, alumina/bauksit, migas, perkayuan, besi-baja.

Sejak peluncuran MP3EI akhir Mei 2011, terdapat 94 proyek kegiatan ekonomi utama dan infrastruktur telah di-ground-breaking hingga akhir Desember 2011 dengan nilai sebesar Rp. 490,5 trilyun. Dana sebanyak itu dialokasikan sebesar masing-masing:

  • Pemerintah Rp.71,6 Triliyun (24 proyek)
  • BUMN Rp. 131 Triliyun (24 proyek)
  • Swasta Rp. 168,6 Triliyun (38 proyek)
  • Campuran Rp. 128,3 Triliyun (8 proyek)

Ada beberapa tanda tanya akan pelaksanaan MP3EI ini. Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI memaparkan mengenai krisis lingkungan hidup, konflik agraria, upaya dan ruang apa yang dapat dituju dari dampak kebijakan MP3EI.

Menurutnya, terdapat beberapa penyebab utama krisis lingkungan hidup antara lain adalah alih funsgi lahan, pencemaran, degradasi dan deforestasi. Hal ini disebabkan oleh pembukaan pertambangan, perkebunan besar, pariwisata, industri dan pembangunan infrastruktur di areal tanaman pangan dan atau daerah penyangganya.

Tahun 2012, tambah Abetnego, terjadi 503 kali banjir dan longsor menewaskan 125 orang, serta kebakaran hutan dan lahan sekurang-kurangnya 17,000 ha. Diperkirakan 470 Daerah Aliran Sungai (DAS) rusak. Dampak krisis ekologi dari kejadian tersebut antara lain timbul korban nyawa, menurunnya produktivitas rakyat dan hilangnya sumber penghidupan rakyat.

Pertanyaan atas kebijakan MP3EI juga muncul dari dari Laksmi A. Savitri, Dewan Nasional JKPP. Menurut Laksmi, MP3EI merupakan bentuk pengaplikasian kebijakan Orde Baru, layaknya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di masa reformasi. Menurut Laksmi, MP3EI dianggap hanya mengedepankan logika akumulasi yaitu logika yang mencari ruang produksi ruang-ruang kapitalis.

“MP3EI merupakan perwujudan konektivitas dengan politik frontier guna mencari untung yang sebanyak-banyaknya,” kata Laksmi dalam diskusi di Panel 2. Lebih jauh Laksmi memaparkan mengenai politik frontier, yaitu politik pembebasan dan penyebarluasan lahan untuk memperluas sistem ekonomi negara, seperti yang terjadi di Amerika pada masa ekspansi ke Barat (Western Movement). Tentu politik frontier di masa modern seperti ini tidak memiliki rencana tata ruang kota dan akan jatuh pada keuntungan broker atau mafia lokal saja.

Dalam diskusi ini, muncul tanggapan dari beberapa pihak muncul tanggapan dari para peserta yang seluruhnya mengkritisi kebijakan MP3EI. Salah satunya muncul dari Bayu dari LBH Jember MP3EI, Jawa hanya akan berkembang di kawasan Utara saja namun wilayah Jawa bagian Selatan tetap tertindas oleh industri, contohnya di Jember sudah ada pabrik dan pasir besi yang menyebabkan beberapa permasalahan yang belum tuntas.

Sama halnya dengan di Kabupaten Donggala, Palu. Menurut Dami dari Perkumpulan Bantaya Palu, krisis penembakan di Kabupaten Donggala belumlah tuntas penyelesaian konfliknya, namun Pemerintah sudah mau melakukan ekspansi di bidang ekonomi dalam MP3EI.

Dian Yanuardi dari Sajogyo Institute juga menambahkan momen MP3EI adalah momen yang lebih serius seperti kita konsolidasi. Jantung dari MP3EI adalah konsesi politik praktis dan kebijakan praktisnya. Kemudian, apakah ada ruang untuk melakukan pemetaan atau pendataan terkait tentang politik pengembangan wilayah MP3EI. Supaya memiliki database tentang konflik atas MP3EI dan ada kerja besar tentang perubahan sistem ekologi. Pemetaan gerakan-gerakan rakyat diperlukan agar mengetahui mekanisme apa yang harus dilakukan para pihak korporasi.

Dalam rangka mengawal implementasi berbagai langkah percepatan dan perluasan yang telah dirumuskan oleh MP3EI, akan dibentuk Tim Pelaksana MP3EI. Tim yang dimaksud akan dipimpin langsung oleh Presiden RI agar dapat lebih efektif di dalam melakukan koordinasi, pemantauan, dan evaluasi, maupun di dalam mempercepat pengambilan keputusan yang diperlukan untuk menangani berbagai permasalahan yang muncul dalam tahap pelaksanaan MP3EI. Tim ini akan beranggotakan seluruh pemangku kepentingan yang terdiri dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan dunia usaha. Pada tingkat daerah, Gubernur akan menjadi ujung tombak bagi pelaksanaan program-program pembangunan di setiap koridor ekonomi. Untuk itu, diharapkan para Gubernur memperkuat forum kerjasama antar Gubernur yang telah ada agar tercipta kesatuan gerak langkah pelaksanaan yang harmonis di dalam maupun antar koridor ekonomi. Tim Pelaksana MP3EI tersebut akan ditetapkan berdasarkan Peraturan/Keputusan Presiden (Masterplan MP3EI, 2011).

Pandangan balik juga diperoleh dari dari Laksmi Savitri, yang menyatakan solusi dari bawah oleh masyarakat dapat diperoleh secara radikal, tentu penting sebagai sikap bahwa masyarakat Indonesia pada dasarnya punya sistem pengetahuan sehari-hari yang diendapkan, sehingga punya kekayaan yang terbentur dengan sistem tidak adanya dokumentasi dan pemetaan. Harus ada sistem budaya tandingan dari masyarakat untuk menjalani tantangan ini.

Sandra Moniaga, Anggota Komnas HAM menambahkan konflik agraria merupakan konflik teratas, itu sebabnya harus ada penyelesaian konflik. Solusi yang ditawarkan ada beberapa acuan terkait pembuatan komisi baru, lembaga, satgas, ad-hoc atau apa pun yang berbentuk lembaga pembaruan agraria di bidang hukum.*** (AGW) 

0 Comments

Loading...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *