Hasil Refleksi PHR di 4 Regio: PHR Masih Relevan dan Harus Terus Berkembang!
Nabila Revianti
Kegiatan Refleksi PHR (Pendamping Hukum Rakyat) di akhir tahun 2023 telah rampung dilaksanakan di tiga wilayah: Kalimantan Barat, Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat), dan terakhir Sumatera Barat, yang kemudian dilanjutkan dengan PHR di regio Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat) di tahun 2024. Agenda Refleksi PHR diselenggarakan berdasarkan rekomendasi dari Rapat Umum Anggota HuMa tahun 2022 dan 2023. PHR adalah orang-orang yang bekerja dalam gerakan sosial untuk memberdayakan sumber daya hukum rakyat dan atau melakukan pembaharuan hukum negara menuju keadilan sosial dan ekologis. Orang-orang ini tersebar dari tingkat kampung, kampus, dan organisasi-organisasi tingkat nasional maupun daerah. PHR digagas oleh HuMa dan mitra-mitra strategisnya dan sangat lekat sejarahnya dengan berdirinya HuMa.
Kegiatan Refleksi PHR Regio Kalimantan berlangsung di Pontianak tanggal 8-9 Desember 2023. Sebanyak 16 orang yang terlibat dalam berbagai tahap pengembangan PHR, mulai dari Pelatihan Hukum Kritis (PHK) awal, Sekolah PHR (SPHR), hingga Sekolah Lapang, mengikuti acara refleksi tersebut. Tujuannya untuk merumuskan langkah-langkah untuk merawat PHR dan mengembangkan kapasitas PHR di masa yang akan datang. Sejumlah pertanyaan kunci dibahas dalam proses diskusi, di antaranya perbedaan antara sekolah lapang dan pendidikan hukum kritis, definisi PHR dan perbedaannya dengan paralegal, hal-hal berkenaan dengan PHR Advance, dan lain sebagainya.
Susi Fauziah menggambarkan PHR ibarat tokoh pahlawan pembela kebenaran. Jelasnya, “Karena PHR itu bekerja dengan berjuang, berjuang dengan kapasitas yang ada di internal dirinya sendiri, bekerja di komunitas dengan pengetahuan lokalnya dan kapasitas pengetahuan hukum di tingkat nasional”, komitmen yang teguh itu memberikan inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Beberapa kesimpulan dapat diambil dari hasil diskusi tersebut. Pertama, kriteria untuk menjadi PHR, seperti memiliki pemahaman tentang pengorganisasian masyarakat, pernah mengikuti pelatihan hukum kritis, dan dipercaya oleh komunitas untuk mendampingi permasalahan hukum dan sosial dengan menggunakan pengetahuan hukum yang hidup dan hukum positif negara. Kedua, ada rekomendasi yang perlu lebih ditelaah bersama, bahwa melalui riset aksi, pengetahuan dan kearifan lokal terkait sejarah asal usul wilayah adat, masyarakat adat, harta kekayaan, dan sistem pemerintahan/kelembagaan dapat digali dan dikembangkan.
Berikutnya, pada 22-23 Desember 2023, kegiatan Refleksi PHR untuk Regio Sulawesi digelar di Makassar, Sulawesi Selatan. Dari total peserta yang hadir dalam acara refleksi PHR di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah, 99% adalah aktivis PHR dan 1% adalah PHR komunitas atau PHR lapangan. Diskusi dipantik oleh presentasi dari empat pembicara yang merupakan aktivis PHR di Sulawesi, yakni Martje Leninda Palijama, Zainuddin, Saenal Abidin, dan Solihin.
Topik-topik yang dibahas meliputi posisi PHR sebagai pendamping hukum bagi rakyat dan hukum rakyat, membangun kesepahaman bersama dalam merawat dan mengembangkan PHR di masa mendatang, dan lain sebagainya. Relevansi bahasan ini untuk memperkuat pemahaman dan komitmen PHR dalam memberdayakan sumber daya hukum masyarakat, melakukan pembaruan hukum menuju keadilan sosial dan ekologis, dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Andik Hardiyanto menegaskan keadilan sosial dan ekologis yang diperjuangkan PHR, “Keadilan masyarakat adat, keadilan dari masyarakat lokal. Keadilan termasuk dalam hal pengelolaan, pengelolaan sumber daya alam. Menerima manfaat dan keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam.”
Keadilan sosial dan ekologis berarti memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang jelas, menerima manfaat, dan menerima keuntungan yang adil dari pengelolaan sumber daya alam. Terdapat dua proses dan bentuk advokasi dalam menyikapinya. Yang pertama adalah proses fasilitasi pendampingan, seperti membangun jaringan untuk mengembangkan kerjasama. Yang kedua adalah pendekatan networking, yang berfokus pada membangun koalisi dan kerjasama dengan berbagai pihak. Kelompok-kelompok dalam gerakan sosial umumnya terbentuk melalui jaringan dan berkembang melalui konflik. Di Sulawesi, banyak PHR yang muncul dari konflik. Faktor kunci dari pertumbuhan dan perkembangannya sendiri adalah sikap kritis yang ditunjukkan selama prosesnya.
Muhammad Armansyah Dore menyatakan PHR menggunakan dua metode yang berbeda. “Metode deduktif, di mana PHR ‘merebut hukum’ untuk kepentingan orang miskin. Metode induktif, di mana PHR mendokumentasikan pengetahuan lokal dan menggunakannya untuk mengubah kebijakan.” Kedua metode ini tidak dapat digabungkan dalam satu proses karena mereka memiliki titik tolak yang berbeda. Metode deduktif berangkat dari teori hukum, sedangkan metode induktif berangkat dari fakta lapangan. Namun, kedua metode ini dapat digabungkan dalam tahap awal konsolidasi PHR.
Refleksi PHR di Regio Sumatera dihadiri 15 orang peserta, termasuk mereka yang terlibat dalam penyiapan SPHR dan PHR baru. Kegiatan diadakan pada 25-27 Desember 2023 berlokasi di Bukittinggi, Sumatera Barat. Tujuan dari diadakannya kegiatan Refleksi PHR Regio Sumatera di antaranya adalah untuk melakukan tinjauan ulang terhadap gagasan pentingnya PHR, meliputi aspek historis, konseptual, dan metodologis. Kegiatan refleksi memberikan wadah bagi PHR untuk menyelaraskan pembelajaran kolektif di antara para anggota serta mendorong pertumbuhan PHR ke arah yang diharapkan.
Profesor Kurnia Warman mengungkapkan pada akhir pembicaraannya, “Yang kita perjuangkan dari PHR kampus maupun kampung, setiap perjuangan hak berbasis rekognisi. Kedua, jangan sampai kecurangan oknum mengurangi kepentingan untuk publisitas hak.”
Rifai Lubis menekankan relevansi PHR sampai saat ini “Dinamika kebijakan dan karakter hukum yang ada, situasi negara dari tahun 1997 ketika program PSDHM ada, belum ada perubahan berarti sampai sekarang. Karena itu, konteks PHR masih dibutuhkan.”
Di Jawa, Refleksi PHR dilaksanakan pada tanggal 27-28 Maret 2024. Kesimpulan dari Refleksi PHR Jawa antara lain: (1) Pendamping Hukum Rakyat masih relevan untuk kondisi saat ini, Melalui PHR HuMa menegaskan bahwa HuMa bukan hanya aktivisme melainkan juga langkah untuk terus mendorong pembaharuan hukum; (2) Akademisi memiliki sejarah panjang dalam proses lahirnya gerakan PHR. PHR penting bagi Akademisi untuk terus mengaktifkan ide selain dilingkungan kampus dan PHR akademisi berperan melegitimasi secara ilmiah perjuangan masyarakat; (2) Dokumen Hukum Rakyat yang proses penyusunannya sudah dimulai sejak 2014 merupakan dokumen tumbuh, sehingga dokumen yang ada sekarang dapat diterbitkan dahulu, kedepan dapat di update sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan gerakan pembaharuan hukum.
Berdasarkan pengamatan dari serangkaian refleksi PHR di 4 regio–ditemukan bahwa kemampuan dasar yang paling dibutuhkan oleh PHR adalah observasi. Proses observasi ini sangat kontekstual dan menghasilkan kepemimpinan atau tokoh-tokoh penting dalam komunitas. Selain itu, tentunya proses tersebut tidak luput melibatkan aspek pendidikan. PHR mengadopsi tiga jenis pendidikan sebagai fondasi pemberdayaan hukum rakyat: pendidikan kritis, penyuluhan hukum, dan pendidikan hukum kritis. Pendidikan kritis memfasilitasi perubahan kesadaran masyarakat dari pasif menjadi aktif dan kritis dalam memahami situasi hukumnya. Penyuluhan hukum memberikan pengetahuan hukum dasar kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mereka tentang hak dan kewajiban hukum. Terakhir, pendidikan hukum kritis menggabungkan pendidikan kritis dan penyuluhan hukum untuk membekali masyarakat dengan keterampilan menganalisis hukum secara kritis dan memperjuangkan hak-hak mereka. Selain itu, karena keberadaan PHR semakin dibutuhkan mengingat kondisi hukum negara saat ini, penting untuk memperkuat nilai dan prinsip sebagai pegangan dalam membangun gerakan PHR di masa mendatang.
Bacaan lain:
- Untuk membaca lebih lanjut mengenai Siapa PHR, sejarah digagasnya PHR, karakter PHR, dan apa yang dikerjakan PHR, di sini (https://publikasi.huma.or.id/pub/151-naskah-karakter-karakter-utama-pendamping-hukum-rakyat-di-dalam-gerakan-pembaruan-hukum-di-indonesia)
- Untuk membaca Dokumen Strategis HuMa mengenai PHR, di sini (https://www.huma.or.id/p/pendamping-hukum-rakyat)
- Untuk membaca modul-modul pegangan PHR, di sini (publikasi.huma.or.id)
0 Komentar
Tinggalkan Balasan