Konstitusi dan peraturan perundang-undangan serta kebijakan pelaksanaannya sudah sangat jelas mengakui dan melindungi Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan hak-haknya atas sumber daya alam. Pemerintah Daerah Kalimantan Barat (Pemda Kalbar) sudah memiliki komitmen untuk mengimplementasikan konstitusi. Terbukti hingga April 2021, sudah ada 8 unit Peraturan Daerah (Perda) di 8 kabupaten tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA, dan ada 29 unit SK Bupati di 5 kabupaten, yang secara khusus mengakui dan melindungi MHA, dengan luas wilayah adat mencapai 527.808,16 hektare, dengan potensi hutan adat mencapai 224.709,72 hektare. Sementara itu, ada 10 (sepuluh) unit SK KLHK tentang Penetapan Hutan Adat di 5 kabupaten, yang total luasnya 14.105,30 hektare. Dengan demikian ada 210.604,42 hektare Hutan Adat di Kalbar yang harus diverifikasi teknis oleh KLHK, agar mendapat SK Menteri LHK tentang Penetapan Hutan Adat.
Walaupun sudah ada kebijakan yang mengakui dan melindungi MHA, faktanya hingga sekarang, keberadaan MHA belum berdaulat sepenuhnya atas sumber daya alam. Kondisi inilah yang dialami oleh MHA di 5 kampung di Kabupaten Melawi, yakni: Kampung Bunyau, Sungkup-Belaban Ella, Telue, Boyutn, dan Karangan Panjang. Secara hukum, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Melawi telah memiliki Perda No. 4 Tahun 2018 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) Kabupaten Melawi. Pengakuan dan penetapan MHA di 5 kampung di Kabupaten Melawi diperkuat, dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Bupati Melawi tahun 2019, dengan luas wilayah adat 38.665,50 hektare dan potensi hutan adat seluas 24.523,64 hektare. SK Bupati ini sifatnya per kampung atau per komunitas, sehingga ada 5 unit SK Bupati untuk MHA di 5 kampung tersebut. Dengan demikian, secara subjek hukum bahwa kebeberadaan MHA di 5 kampung sudah sah/legal, termasuk penguasaan terhadap wilayah adatnya.
Tentu saja tidak mudah proses terbitnya SK Bupati tentang PPMHA di 5 kampung ini. Hal ini disebabkan bahwa Perda Kabupaten Melawi No. 4 Tahun 2018 sifatnya umum. Sehingga untuk mengimplementasikan Perda itu, Bupati Melawi menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati No. 660/12/2019 tentang Pembentukan Panitia MHA. Panitia MHA bertugas mengidentifikasi, memverifikasi, dan memvalidasi keberadaan MHA beserta wilayah/hutan. Hasil kerja-kerja Panitia MHA dibuat dalam bentuk rekomendasi, yang digunakan Bupati untuk menerbitkan SK Bupati tentang PPMHA tersebut.
Perda dan SK Bupati Melawi sebenarnya menjadi landasan hukum bagi KLHK menerbitkan SK Menteri LHK untuk menetapkan hutan adat milik MHA di 5 kampung di Kabupaten Melawi. Kenyataannya hingga saat ini, sudah 2 tahun lebih sejak 2019, proses verifikasi teknis (vertek) hutan adat milik MHA di Kabupaten Melawi oleh KLHK belum ada titik terangnya. Padahal pada Oktober 2019, LBBT bersama Koalisi Hutan Adat untuk Kesejahteraan (Koalisi HAK) Kalbar telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Hutan Adat Tingkat Daerah Provinsi Kalimantan. Waktu itu LBBT bersama MHA dan Koalisi HAK Kalbar menegaskan kembali kepada PKTHA, BPSKL KLHK, agar segera melakukan vertek hutan adat yang sudah ada SK Bupati di Kalbar.
Didasarkan lamanya proses vertek hutan adat di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Melawi oleh KLHK, LBBT bersama Koalisi HAK Kalbar, pada Juni 2020 melakukan diskusi terfokus dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kalbar. Inti diskusi ini adalah agar Pemda Provinsi, khususnya DLHK Kalbar, agar mendukung MHA yang sudah mendapatkan Perda dan SK Bupati PPHMA, untuk segera diverifikasi hutan adatnya oleh KLHK. Hasil diskusi ini disampaikan Kadis DLHK Provinsi Kalbar ke Gubernur Kalbar dan Pak Wamen KLHK.
Gubernur Kalbar (Pak Sutarmidji), pada Februari 2021 secara resmi membuat dan mengirimkan Surat yang sifatnya Penting Kepada Menteri LHK. Inti dari Surat Gubernur adalah bahwa Pemda Provinsi Kalbar tetap mendorong dan mengawal proses percepatan pengakuan dan penetapan MHA, agar kepastian hak dan kedaulatan MHA diakui. Untuk itu, Gubernur meminta KLHK untuk segera melakukan verifikasi teknis terhadap hutan adat yang telah mendapatkan pengakuan dan penetapan dari Pemerintah Daerah (Kabupaten) di Kalimantan Barat.
Sudah ada Surat Gubernur Kalbar, tidak serta merta hutan adat di Kalbar, khususnya di Kabupaten Melawi dapat dilakukan vertek oleh KLHK. Ternyata ada persoalan terhadap wilayah adat milik MHA di 5 kampung di Kabupaten Melawi, yaitu wilayah/hutan adat itu sebagian besar berada dalam kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas, bahkan berada dalam konsesi izin-izin perusahaan, serta kawasan taman nasional. Menurut data KLHK, setidaknya ada 5 izin perusahaan IUPHHK dan 1 izin perkebunan kelapa sawit, serta taman nasional, yang masuk dalam wilayah adat MHA yang telah mendapatkan SK Bupati Melawi.
Menyikapi konflik dan rumitnya penetapan hutan adat milik MHA di 5 Kabupaten Melawi oleh KLHK, maka Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kadis LHK) Provinsi Kalimantan Barat pada 21 September 2021, mengadakan Rapat Terbatas dengan Pejabat Daerah Kalbar. Rapat Terbatas itu merupakan mandat dari Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 3 September 2021, yang bertujuan untuk dukungan penanganan konflik agraria pada kasus/lokasi tahun 2021. Salah satu kasus/lokasi prioritas tersebut berada di 5 kampung di Kabupaten Melawi, yaitu Kampung Boyutn, Kampung Telue, Karangan Panjang, Bunyau Dayak Limbai Kelaet, dan Ketemenggungan Belaban Ella.
MHA di Kabupaten Melawi sangat berharap kepada para pihak, terutama pihak Pemerintah Daerah dan Nasional, agar dapat menghasilkan keputusan yang berpihak kepada mereka, sehingga terwujud keadilan dan kepastian hak MHA atas sumber-sumber penghidupan.
0 Komentar
Tinggalkan Balasan