Pada 13 Maret 2020, sehari setelah WHO menetapkan status Pandemi Covid-19, Presiden Jokowi menetapkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 Tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Perpres ISPO). Perpres ditetapkan tanpa mengindahkan tuntutan berbagai elemen masyarakat sipil untuk fokus menangani pandemi.
Mengacu pada konsiderans menimbang, Perpres ISPO diterbitkan untuk 3 (tiga) tujuan. Pertama, untuk membentuk sistem pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang efektif, efisien, adil, dan berkelanjutan demi mendukung pembangunan ekonomi nasional. Kedua, untuk memastikan agar usaha perkebunan kelapa sawit layak secara sosial, ekonomi, dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga, untuk mengganti peraturan tentang sertifikasi ISPO sebelumnya (Permentan 11/2015 jo. Permentan 19/2011), karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan internasional dan kebutuhan hukum.
Menyikapi penerbitan Perpres ISPO, Perkumpulan HuMa Indonesia menerbitkan Opini Hukum, untuk membandingkan pengaturan dalam Perpres ISPO dengan peraturan tentang sertifikasi ISPO sebelumnya (Permentan 11/2015 jo. Permentan 19/2011). Selain itu untuk melihat, apakah pengaturan dalam Perpres ISPO ini dapat menjamin adanya perlindungan terhadap lingkungan dan hak asasi manusia, khususnya hak masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal.
Kelebihan dari Opini Hukum HuMa ini adalah:
- Kajian dilakukan pada bulan April 2020, dengan tujuan untuk merespons langsung Perpres ISPO yang dikeluarkan pada 13 Maret 2020. Sehingga, hasil kajian ini masih sangat baru dan masih sangat relevan dengan situasi yang ada sekarang.
- Hasil kajian tidak bermaksud mendukung usaha perkebunan kelapa sawit secara umum, namun menemukan bahwa substansi Perpres ISPO dapat merugikan masyarakat lokal yang menjadi pekebun sawit, dan menguntungkan pengusaha sawit.
- Kajian ini menyajikan tidak hanya pengaturan dalam Perpres ISPO, tetapi juga beberapa pengaturan lain tentang ISPO, misalnya Permen ISPO sebelumnya dan pengaturan dalam RSPO. Dengan adanya beberapa pengaturan ini, pembaca dapat menilai bahwa tren kebijakan ISPO yang ada dalam Perpres tidak memberikan jawaban terhadap kelemahan-kelemahan yang ada pada Permen ISPO. Sebaliknya, menciptakan beberapa kelemahan baru yang sebenarnya sudah terjawab dalam Permen ISPO.
- Kajian ini menekankan bahwa adanya kebijakan yang terkesan sama/netral juga dapat mengakibatkan diskriminasi ketika keberlakuannya menimbulkan kerugian bagi sekelompok orang (indirect discrimination).
- Kajian ini memberikan penekanan bahwa ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan nasional tidak menjamin bahwa usaha sawit telah memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan.
Opini Hukum Terhadap Perpres ISPO dapat diunduh di sini.
Publikasi lainnya dapat diakses di portal publikasi HuMa.
0 Komentar
Tinggalkan Balasan