#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Transformasi Alam Lewat Foto

 

Film series terbaru di Netflix berjudul Our Planet (2019) membuat mata kita tercengang. Tak hanya beberapa footage video yang sangat elok, tapi pesan visualnya membuat kita ingin lebih mencintai bumi kita, yang semakin hari semakin rentan ini. Visual memang jadi sesuatu yang mujarab saat ini. Selain video, foto juga jadi bahasa yang mudah dipahami. Foto adalah salah satu bahasa unik untuk mengantarkan kita menyelami ruang sosial.

Melalui fotografi realita sosial, Perkumpulan HuMa Indonesia (HuMa) mencoba menghantarkan sebuah cerita tentang eksploitasi sumber daya alam, yang berdampak tak adil kepada masyarakat dan lingkungan. Dalam konteks ini, HuMa memproduksi buku foto tentang transformasi paksa yang terjadi di Dusun Sajingan Kecil, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

Di bab awal buku foto ini, kita disajikan pemandangan kampung yang begitu sejuk, asri, dan indah. Keramahannya seraya menyapa kita. Di sisi lain, eksploitasi sumber daya alam dan transformasi paksa pedesaan sebagai akibat dari eksploitasi itu, telah menimbulkan dampak berantai yang menyentuh berbagai kalangan yang jauh dari pusat kerusakan lingkungan dan sosial.

Dalam buku ini, kita melihat ada tiga kelompok manusia berdasarkan cara pandangnya terhadap alam. Pertama, kelompok tradisional yang ditandai sikap tunduk dan pasrah terhadap alam. Kedua, kelompok transformasi yang berusaha mencari keselarasan dengan alam. Ketiga, manusia modern yang berhasrat menguasai alam.

Transformasi mulai terasa ketika kita menyentuh halaman 82. Hutan lestari disulap oleh para investor menjadi kebun-kebun sawit. Data menunjukkan 40% Kabupaten Sambas dialihkan menjadi Hak Guna Usaha yang peruntukannya adalah perkebunan sawit. Katanya sawit akan mondongkrak perekonomian masyarakat. Pertanyaannya, masyarakat yang mana? Rasanya mustahil bila melihat gambaran kemiskinan di sekitar perkebunan di Sajingan. Keruhnya sungai dan gersangnya kawasan ini juga menjadi momok tersendiri, sebagaimana cerita yang tergambar dari foto-foto.

Kritik terhadap buku foto ini adalah pembaca tersamarkan antara foto seorang profesional dengan foto dokumentasi biasa yang dihasilkan oleh para traveler. Karena kini teknologi kamera memiliki fitur yang sudah mumpuni, rasanya para selebgram bisa juga melakukannya. Namun dari buku ini sebuah basis data baru telah dimulai. Misalnya, bagi HuMa yang intens mendokumentasikan data konflik melalui HuMaWin, data-data itu kini lebih berbicara dengan rekaman visual unik melalui buku foto ini.

 

Jika anda sepakat bahwa masyarakat modern kini lebih mencintai hal visual ketimbang tekstual, maka buku foto ini cocok untuk anda. Buku dapat anda unduh di sini.

Publikasi lainnya dapat diakses di portal publikasi HuMa

 

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.