oleh Rojak Nurhawan – RMI
Jagaraksa, 21-22 Nopember 2013
Sebanyak 56 Orang Pendamping Hukum Rakyat (PHR) atau dalam sebutan lain Penggerak Masyarakat yang berasal dari utusan Masyarakat adat dan Lokal di Wilayah Banten belajar bersama memaknai hukum Pengeloaan Sumber Daya Alam selama dua hari. Proses belajar bersama ini dinamai RIUNG MUNGPULUNG yang memiliki arti berkumpul serta saling berbagi pengetahuan serta pengalaman yang terkait dengan hukum rakyat yang telah dijalani dalam kehidupan keseharian. Kegiatan ini mengambil tema “ Ngaraketkeun Kaduluran pikeun Ningkatkeun Karaharjaan dina Ngokoolakeun Lemah Cai” Yang artinya Mempererat Persaudaraan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan dalam Pengelolaan Tanah Air. Kegiatan ini difasilitasi oleh RMI bersama HuMA
Peserta kegiatan ini terdiri dari wakil Kasepuhan Masyarakat Adat Citorek sebanyak 4 orang, Masyarakat adat Kasepuhan Cirompang 4 Orang, Masyarakat adat Kasepuhan Karang selaku tuan rumah sebanyak 38 orang Kabupaten Lebak, hadir pula utusan dari Kelompok Sahabat Ujung Kulon Pandeglang sebanyak 3 Orang dan Komite Kerja Rakyat Serang sebanyak 2 orang. Selain masyarakat adat dan local dalam kegitan ini hadir pula utusan perwakilan dari Pemerintah Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak sebanyak 2 orang. Proses belajar dikemas dalam suasana santai dan rileks namun serius, pendekatan proses belajar orang dewasa (Pedagogi) yang lebih mengutamakan pengalaman serta study kasus yang dialami peserta yang diperagakan melalui bermain peran & study kasus sehingga prinsip tiada guru serta tiada murid selain sebagai peserta merangkap juga sebagai narasumber
Isu bersama yang jadi focus perhatian para PHR alias Penggerak Masyarakat ini adalah konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Banten. Wilayah Kabupaten Lebak & Pandeglang adalah konflik tenurial antara Masyarakat Vs Taman Nasional Gunung Halimun Salak serta Taman Nasional Ujung Kulon. Sedangkan untuk Wilayah Kabupaten Serang masyarakat pulau Sangiang VS Kawasan Lindung dan Rencana implementasi Program Master Plan Perecepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Isu lain yang tak kalah penting adalah Kebebasan Menjalankan Keyakinan Agama & Kepercayaan yang terjadi di Kasepuhan Adat Karang. Acara dua hari ini menghadirkan 2 orang Narasumber yaitu Siti Aminah dari ILRC (Indonesian Legal Right Children) memberikan pengetahuan tentang Kebebasan Menjalankan Agama dan Kepercayaan. Sedangkan Mumu Muhajir dari Epistema Institute menjabarkan tentang Pluralisme hokum, Posisi Hukum Rakyat dalam hokum Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam serta pilihan-pilihan hukum dalam penyelesaian konflik Agraria terutama terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Hutan.
Setelah selama dua hari mendapatkan pencerahan serta peningkatan kapasitas. Peserta menyepakati beberapa agenda tindak lanjut yang akan dijalankan di komunitas masing-masing. Gambaran agenda tindak lanjut sebagai berikut :
1. Masyarakat Adat Kasepuhan Citorek memperkuat PHR atau Para Penggerak Masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses Advokasi Perda Pengakuan Masyarakat Adat Kasepuhan di Kabupaten Lebak
2. Masyarakat adat Kasepuhan Cirompang memperkuat pemuda adat sebagai kader penggerak, mendata ulang potensi serta mendolumentasikan ulang aturan-aturan local dalam pengelolaan Sumber Daya Hutan
3. Masyarakat Adat Kasepuhan Karang melakukan Pemetaan Hak Ulayat Adat, Mendokumentasikan aturan-aturan local, juga menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Adat
4. Sahabat Ujung Kulon memperkuat jaringan organisasi rakyat dan sosilialisasi hasil kegiatan
5. Kelompok Kerja Rakyat Serang melakukan Advokasi terhadap Masyarakat di Pulau Sangiang.
Selain agenda tindak lanjut diatas yang dibuat, para peserta juga membuat Petisi dukungan bagi gerakan masyarakat sipil untuk melakukan Judicial Review (JR) Undang-undang Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Harapan lain semua peserta menghendaki terbangunnya jaringan atau forum petani di Wilayah Banten
0 Komentar
Tinggalkan Balasan