#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Harapan Baru Menjelang Tahun Baru

Catatan Audiensi di Dua Kementerian oleh Rais Laode Sabania

Terik mentari tak melelehkan semangat beberapa orang siang itu. Mereka berkumpul pada penghujung tahun 2014, tepatnya tanggal 29 Desember, Perkumpulan HuMa bersama jaringan mengadakan audiensi di dua kementerian. Agenda ini merupakan rangkaian kegiatan tindak lanjut riset hutan adat yang telah dilakukan selama satu tahun di tiga belas wilayah dari sembilan provinsi yang ada di Indonesia. Kementerian agraria dan tata ruang juga kementerian lingkungan hidup dan kehutanan menjadi target audiensi, karena kedua kementerian tersebut dianggap memiliki wewenang yang cukup besar terkait persoalan konflik sumber daya alam (agraria) yang dialami masyarakat selama ini.

Dalam audiensi bersama dua kementerian yang difasilitasi oleh Perkumpulan HuMa ini, dihadiri juga oleh Perkumpulan Wallacea Kota Palopo, JKMA Aceh, KKI Warsi, Akar Foundation, Perkumpulan QBar, RMI, LBBT, PADI Indonesia, AMAN Sulawesi Selatan, Perkumpulan Bantaya, dan YMP. Serta hadir pula Chalid Muhammad, Badan Pengurus HuMa, Noer Fauzi Rachman dari Sajogyo Institute, Myrna Safitri dari Epistema Institute dan Usep Setiawan, Anggota Konsorsium Pembaruan Agraria.

Masing-masing perwakilan lembaga dan masyarakat yang hadir diberikan kesempatan untuk memperkenalkan diri oleh Ketua Badan Pengurus Perkumpulan Huma, Chalid Muhammad yang mendampingi Menteri Agraria, Ferry Mursyidan Baldan dalam pertemuan tersebut. Selanjutnya, Koordinator Program Perkumpulan Huma, Nurul Firmansyah menyampaikan testimoni atas riset yang telah dilakukan di tiga belas wilayah, ia menyampaikan bahwa sesungguhnya riset hutan adat ini merupakan respon atas putusan MK 35, pertama; hal yang dilakukan adalah penelitian dari aspek sosial, yakni mengidentifikasi keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya yang tentunya merujuk pada indikator-indikator yang disebutkan dalam mekanisme yang ada, kedua; dari aspek legal, review hukum, apakah ada atau tidak kebijakan daerah terkait pengakuan atas keberadaan masyarakat hukum adat.

Berdasarkan riset di tiga belas wilayah ini, ditemukan fakta di lapangan bahwa masyarakat adat beserta hak ulayatnya secara de facto masih ada dan hidup sampai sekarang. Hanya saja tiap wilayah berbeda-beda, ada yang telah diakui keberadaannya melalui Perda, ada yang belum, dan ada juga yang diberikan pengakuan melalui SK Bupati/Walikota. Melalui riset tersebut, juga ditemukan adanya tumpang tindih izin HGU yang sebenarnya berada dalam wilayah kelola masyarakat. Terakhir, Nurul Firmansyah menyampaikan bahwa harapan kita sebenarnya bagaimana kemudian tiga belas wilayah ini menjadi model percontohan terhadap pengimplementasian peraturan bersama yang dikeluarkan oleh kementerian agraria dan tata ruang. Setelah itu, perwakilan tiap-tiap wilayah mendeskripsikan konflik serta tipologi konflik yang dihadapi di lapangan.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Agraria, Ferry Mursyidan Baldan menyambut baik dan mengucapkan terima kasih atas riset yang telah dilakukan di tiga belas wilayah di Indonesia ini. Hal pertama yang akan dilakukan kementerian menurut beliau adalah melakukan follow up di masing-masing daerah atas fakta-fakta lapangan yang ditemukan selama riset, menurutnya selama ini kita memang belum berangkat dari satu peta (One Map), karena itu konflik sering terjadi. Kita kadang kala menyepelekan persoalan batas wilayah sementara, itulah persoalan urgen, karena di beberapa wilayah seringkali kita jumpai konflik tapal-batas yang diakibatkan tidak adanya kejelasan peta batas wilayah masing-masing daerah, karena itu ke depan kita mesti berangkat dengan kebijakan satu peta (One Map Policy).

Sebelumnya kementerian juga telah merencanakan sebuah gerakan untuk mengamankan pulau-pulau terdepan NKRI, menurutnya hal itu penting untuk dilakukan karena sangat erat kaitannya dengan persoalan nasionalisme. Bagaimana mungkin nasionalisme seluruh masyarakat akan meningkat jika hak-haknya dirampas oleh negara. Oleh karena itu, pulau-pulau terdepan mesti diamankan dan tentunya kita berkomitmen bersama akan menjadikan tiga belas site riset HuMa ini menjadi contoh dan tentu wilayah-wilayah lain nantinya akan menyusul, semoga hal tersebut bisa dilakukan selama enam bulan ke depan, harap Pak Menteri.

Setelah audiensi bersama kementerian agraria, Huma dan jaringan melanjutkan perjalanan ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Hal serupa di atas juga dilakukan, dan disambut dengan baik oleh Siti Nurbaya selaku Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Dalam audiensi tersebut, Huma dan jaringan serta perwakilan masyarakat dari beberapa wilayah meminta kepada kementerian kehutanan dan lingkungan hidup untuk mempercepat lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Hutan Adat dan juga menerbitkan peraturan menteri tentang tata cara penetapan hutan adat, serta menjadikan tiga belas kesatuan masyarakat hukum adat sebagai model awal penetapannya. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga berkomitmen untuk menjadikan tiga belas wilayah tersebut sebagai model dalam upaya penyelesaian persoalan-persoalan yang selama ini dihadapi oleh masyarakat. Terakhir, diserahkan dokumen policy brief dan hasil riset HuMa bersama jaringan, kemudian ditutup dengan foto bersama serta makan malam. Kelelahan malam itu menjadi terobati setelah mendengar komitmen positif dua menteri tersebut. Semoga harapan baru menjelang tahun baru itu dapat direalisasikan segera. (AWB)***

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.