#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Kabar dari Warsawa

Warsaw

oleh Anggalia Putri (Laporan Langsung dari Warsawa)

Pada 11–22 November 2013 telah digelar konferensi perubahan iklim (Conference of Parties/COP) 19, di Warsawa, Polandia. Ada agenda seputar isu REDD+ yang semakin terfokus dan teknikal, namun cenderung terkesan formalitas belaka .Ada setidaknya empat isu yang akan dibahas secara detil seputar metodologi REDD+, yaitu “safeguards dansisteminformasi safeguards/SIS”, “drivers of deforestation (DD)”, “Measurement, Reporting and Verification (MRV)”, dan Sistem Monitoring HutanNasional (NFMS). Di luar 4 isu metodologi sini, terdapat juga diskusi seputar isu pendanaan untuk REDD+ (finance), termasuk pembicaraan mengenai bagaimana sector privat dan pasar diberi ruang untuk bermain dalam isu REDD+. Terkait hal ini, ada tren mengkhawatirkan soal pembentukan mekanisme pasar baru (NMM) dan dorongan untuk mengadopsi perdagangan karbon dan offset dalam rezim REDD+. Selain itu, ada juga gambaran yang lebih besar terkait REDD+, yaitu menanjak nyatren “landscape approach” (pendekatan kawasan) yang tidak hanya memasukkan hutan, tapi juga pertanian, perkebunan, dan per-lansekap-an yang lain. Jika keseluruhan lansekap ini dipetakan dalam kerangka perdagangan karbon, maka ini merupakan sinyal yang buruk bagi masyarakat.

Posisi Terkini Isu-Isu dalam Negosiasi REDD+:

1) Safeguards

Sejak Cancun 2010, perhatian kepada isu safeguards ini terus-menurun. Di Durban (2011), terjadi pelemahan dalam hal mekanisme implementasi safeguards dalam teks UNFCCCC. Masyarakat sipil menuntut mekanisme MRV untuk safeguards (international oversight yang kuat), tapi keputusan yang keluar hanyalah ‘Sistem Informasi Safeguards’ yang sangat lemah dan hanya mensyaratkan negara-negara REDD+ untuk menyampaikan ringkasan laporan tentang bagaimana mereka menghormati safeguards dalam seluruh aktivitas REDD+. Selain tidak ada mekanisme review internasional untuk laporan negara-negara, hingga saat ini panduan yang lebih detil untuk SIS di tingkat internasional sendiri sangatlah minimal, karena negara-negara berkembang tidak mau kedaulatannya tergerus dan menginginkan fleksibilitas yang tinggi untuk mendesain SIS-nya. Jadi, pasca-Durban, ‘battleground’ safeguards menyempit menjadi SIS, khususnya bagaimana SIS yang lemah secara desain ini bias diperkuat dengan panduan tambahan (additional guidance).

Sayangnya, sejak Cancun, 80% energy dan perhatian dicurahkan padahal –hal metodologis yang terkait karbon (MRV, RL/REL) dan safeguards cenderung tersisih dan dianak tirikan dalam negosiasi REDD+. Dari hasil lobi CSOs di tahun 2012-2013 telah berhasil mencegah tertutupnya pintu untuk panduan tambahan (additional guidance). Akhirnya mereka menunda pembahasan soal itu ketahun depan (COP 20 di Peru), sehingga soal ini tidak akan dibicarakan tahun ini di Warsaw.

Selain soal additional guidance, SIS juga terus mengalami pelemahan dalam hal waktu dan frekuensi pelaporan. Negara hanya wajib untuk melaporkan safeguards dalam national communication yang periodenya sangat lama, yaitu 4 tahun sekali. Sayangnya, teks soal ini ditutup di Bonn. Tapi, kami sedang mencoba untuk mendorong supaya teks ini bias dibuka kembali, supaya Parties yang menjalankan REDD+ diwajibkan untuk memproduksi setidaknya satu laporan tentang safeguards sebelum mereka bias mengakses dana REDD+ di tahap results-based payment. Hal ini bias dibilang tugas berat karena Parties sekarang hanya mau focus pada diskusisoal MRV (khususnya bagaimana memverifikasi pengurangan emisi) sehingga ada yang bilang bahwa mendorong hal ini seperti “mengharapkan bola saju di neraka.”Sampai sejauh ini Indonesia menganggap SIS dan persyaratan lainnya sebagai potensi beban teknis, untuk itu perlu pendanaan terkait hal ini, guna menjunjung kedaulatan dan konteks nasional dalam mendesain SIS. Indonesia sendiri sebenarnya sudah punya SIS dibuat oleh Pustanling dengan dana GIZ Jerman.

Warsaw 2

2) Drivers of Deforestation

Terkait drivers, ada dua isu yang penting, yaitu 1) bagaimana memasukkan internasional drivers ke dalam teks REDD+ (karena pendorong deforestasi banyak yang dari luar negara, misalnya Brazil berhasil menurunkan deforestasi namun mengekspornya ke Peru karena industry sapinya pindah kesana. Indonesia juga mulai mengekspor kebun sawitnya ke Liberia), 2) bagaimana mencegah agar komunitas lokal dan IP tidak di-branding sebagai drivers of deforestation. Terkait isu blaming communitiesini, teks terakhir di Bonn (2013) sangat mengkhawatirkan karena dapat dibaca sebagai menyalahkan traditional livelihood sebagai drivers. Ini salah satu isu yang kami dorong untuk dibuka kembali dan diperbaiki. Mengenai international drivers, peluang memasukkan ini ke dalam teks lebih kecil karena REDD+ didesain untuk member insentif secara nasional, bukan internasional. Tapi dua isu ini tetapakan baik untuk disuarakan. Sampai sejauh ini posisi Indonesia sendiri sepertinya tidak mau membuka lagi teks drivers karena lebih focus pada isu MRV. Dan mendukung Brazil bahwa international drivers sebaiknya tidak dibicarakan dalam negosiasi REDD+.

3) MRV (Measurement, Reporting and Verification)

MRV adalah isu yang paling didahulukan di Warsawa ini.Ada isu mengenai verifikasi pengurangan emisi (the V issue). Ada dua tarikan, yaitu menciptakan sistem verifikasi yang kuat di tingkat internasional (didorong oleh Norway dan negara-negara Donor lain) dan tarikan untuk mendahulukan kedaulatan dan fleksibilitas di tingkat nasional dalam desain dan implementasi verifikasi (dipimpin Brazil). Accra Caucus masih mendiskusikan posisi soal ini. Di satu sisi, pengurangan emisi harus dapat dipastikan supaya tidak omong kosong proyek. Namun, di sisi lain, verifikasi yang penting adalah persyaratan untuk membawa REDD+ ke perdagangan karbon sehingga perlu diwaspadai.

4) Pendanaan

Diskusi mengenai pendanaan, ada konsensus bahwa sector privat harus memainkan peran. Baik mekanisme pasar maupun mekanisme non-pasar sudah diterima dalam rezim REDD+ di tingkat internasional. Sekarang ada program untuk mendiskusikan bagaimana bentuk mekanisme non-pasar. Offset belum masuk teks, namun banyak dorongan untuk menciptakan pasarkarbonhutan yang mandatoris untuk menerima kredit-kredit karbon dari REDD+. Accra Caucus terus menentang hal ini. Selain itu, ada juga debat soal results-based payment, terutama soal definisi laporan (result based). Isu paling kuat adalah mendefinisikan hasil sebagai pengurangan emisi dan negara-negara donor hanya mau membayar untuk result itu. Di Bonn 2013, CSOs berhasil mendesakkan pentingnya mendanai non-carbon benefits (NCBs), namun masih belum jelas di mana NCBs ini akan ditempatkan dana pasaja yang termasuk dalam NCBs yang penting untuk didanai ini.***

Salam,

Anggi

Warsaw 3

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.