Soepomo adalah guru besar ilmu hukum pertama di Indonesia. Warisan catatan-catatan teoritisnya, perjalanan hidupnya, serta kekayaan akan khasanah ilmu pengetahuannya patut dipelajari di masa kini. Hal inilah yang kemudian mendorong Pusat Studi Tokoh Pemikiran Hukum (Pustokum) Indonesia menerbitkan sebuah buku “Soepomo: Pergulatan Tafsir Negara Integralistik”.
Dalam bedah bukunya yang bertema “Soepomo: Pergulatan Tafsir Negara Integralistik, Biografi Intelektual Hukum Adat dan Konstitusionalisme” di Kantor Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Senin, 23/1/2015, para pembicara mengapresisasi atas terbitnya buku yang berisi tokoh pemikiran hukum nasional, Soepomo. Ini bisa menjadi wadah generasi masa kini dalam melihat kembali konteks zaman dan juga memetik pelajaran guna memperkaya analisa dalam pemikiran hukum.
Menurut Guru Besar Universitas Padjadjaran Prof. Sunaryati Hartono, pandangan integralistik Soepomo berbeda dengan pakar integralistik Barat seperti Spinoza dan Hegel yang cenderung mengutamakan individualistik dan mereduksi kebersamaan. Asas kekeluargaan dan gotong royong yang dicanangkan Soepomo pada saat itulah yang kini cenderung terabaikan pada generasi muda kita, tambah Prof. Sunaryati.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidique mengatakan generasi kita cenderung terlalu cepat mengambil keputusan hukum, berbeda dengan Soepomo yang berdebat panjang dengan Moh. Yamin perihal ide pembentukan lembaga pengujian undang-undang (judicial review) di awal Indonesia merdeka. Soepomo merasa tidak perlu lembaga seperti itu di awal Indonesia merdeka karena mempertimbangan konteks global pada masa itu.
Sistem norma hukum kita telah berubah 300% dari UUD’45 di masa awal berdirinya, akibatnya referensi hukum kita pun berubah hingga peraturan turunan-turunannya, tandas Jimly yang juga merupakan Dewan Pakar Pustokum. Jimly juga mendorong agar generasi hukum saat ini menilik kembali kepada sejarah Indonesia karena perdebatan hukum ketatanegaraan kian cepat. Kontekstualitas itu pula yang dapat kita online casino pelajari apabila melihat pemikiran Soepomo terkait hukum adat yang memadukan konteks global dengan konteks lokal.
Peneliti PSHK Bivitri Susanti menggambarkan kontekstualitas sejarah dengan istilah “menjelma dalam masyarakat” yang memaparkan sengitnya perdebatan negara para tokoh yang tertuang dalam risalah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Bivitri juga berpesan bagi generasi sekarang untuk membaca banyak tokoh-tokoh pemikir hukum guna menarik benang merah dalam menganalisa kebijakan hukum di masa mendatang.***
0 Komentar
Tinggalkan Balasan