#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Ahli: Undang-Undang P3H Berkontribusi terhadap Kriminalisasi terhadap Masyarakat Hukum Adat

oleh Clancy O’Donnell

Pada Hari Kamis, tanggal 15 Januari 2015, Mahkamah Konstitusi mendengarkan kembali dua Saksi Ahli dalam Sidang Pengujian Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) untuk ketujuh kalinya. Pakar Hukum Agraria dari Universitas Andalas, Kurniawarman dan praktisi hukum agraria Rikardo Simarmata.

Mereka menegaskan bahwa penyelenggaraan pemerintahan/negara tidak boleh menghapus hak ulayat masyarakat hukum adat atas tanah dan kekayaan alam. Sampai sekarang ada beberapa kasus terkait penangkapan masyarakat di wilayah hutan adat mereka.

Pakar Hukum Agraria dari Universitas Andalas, Karniawarman menjelaskan bahwa penangkapan tersebut dilakukan setelah orang-orang masyarakat hukum adat setempat diakses tanah adat mereka tanpa izin dari pemerintah. Dia menjelaskan bahwa ada perlindungan yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat dalam Konstitusi Indonesia, akan tetapi pemerintah dalam hal ini telah mengesampingkan hak-hak masyarakat adat atas tanahnya.

Warman menyatakan bahwa Pasal 11, ayat (3) dari UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) telah digunakan oleh pihak pemerintah sebagai alat untuk menghapus hak MHA untuk mengakses, mengelola dan mengambil hasil hutan dari tanah adat mereka. Kurnia memaparkan perspektifnya secara berapi-api tentang konflik kehutanan yang terjadi di Masyarakat Hukum Adat di Sumatera Barat.

Selain itu, Rikardo Simarmata menjelaskan bahwa penghapusan hak-hak ini telah mengarah pada kriminalisasi masyarakat hukum adat ketika mereka mencoba untuk mengakses lahan tradisional mereka. Rikardo menjelaskan dasar hukum kriminalisasi, dampak kriminalisasi tersebut dan hubungan antara kriminalisasi dan hukum kehutanan. Hutan yang politis (Political Forest)’ adalah paradigma di saat ini yang berarti bahwa pemerintah bisa mengambil tindakan hukum terhadap MHA dalam mengakses tanah adat mereka tanpa izin, supaya MHA itu disebutkan sebagai ‘ilegal’. Akibatnya, beberapa masyarakat hukum adat intens ditahan oleh pihak kepolisian.***

Untuk informasi lebih lanjut silahkan baca artikel disini:

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=10513#.VL4Y-C46_ee

Atau mengunduh risalah sidangnya di sini:

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_7294_Perkara%20Nomor%20138.PUU-XII.2014%20tgl%2020%20Januari%202015.pdf

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.