Pada bulan Mei 2024, FPBM bersama dengan HuMa menggelar kegiatan Sekolah Lapang yang berlangsung selama 5 hari . Kegiatan ini bertujuan untuk menyusun dokumen MHA Kabupaten Melawi bagi Pasak Kebebu dan Birapati, dengan harapan mendapat SK MHA dari Pemda paling lambat Desember 2024. FPB menargetkan dua SK MHA dan satu SK Kawasan Penting untuk diselesaikan pada akhir tahun ini. Dalam kegiatan tersebut, terdapat diskusi mengenai skema hukum dan potensi wilayah, serta upaya advokasi dengan Pemda dan KPH untuk mempercepat proses pengakuan MHA.
Di hari kedua pelaksanaan Sekolah Lapang dilaksanakan pada Rabu, 8 Mei 2024, Agustinus Agus, Kepala BRWA Kalimantan Barat dan staf LBBT, memberikan materi tentang “Politik Hukum dan Sumber Daya Alam serta Fakta Kekinian”. Diskusi tersebut mencakup isu pengakuan MHA dan HA, dampak sejarah kolonial Belanda pada kebijakan sumber daya alam Indonesia, serta relevansi politik hukum terhadap hak masyarakat adat dengan pertanyaan utama yang dibahas meliputi pemahaman tentang SDA, interaksi masyarakat dengan wilayah adat, serta bukti dan pentingnya pengakuan hukum. Selanjutnya untuk hari ketiga pelaksanaan Sekolah Lapang diadakan Kamis, 9 Mei 2024, diisi oleh Solihin yang merupakan PHR HuMa dan AMAN Sulawesi Selatan yang membawakan materi mengenai Analisis Sosial dan Spasial. Diskusi ini menggarisbawahi pentingnya pemetaan sosial dan spasial bagi komunitas adat, Kebebu dan Birapati yang dijelaskan melalui film pendek dan presentasi kelompok. Kemudian, untuk hari keempat dilaksanakan pada hari Jumat, 10 Mei 2024, terdapat dua sesi utama, yaitu Analisis Sosial dan Mekanisme Pengakuan serta Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA). Sesi pertama menyoroti pergeseran nilai terhadap sumber daya alam dari kearifan lokal menjadi aset perdagangan, sementara itu sesi kedua menjelaskan tahapan identifikasi, verifikasi, dan validasi MHA, serta pentingnya kesepakatan bersama dan pemetaan partisipatif untuk menghindari konflik. Pada pelaksanaan hari keempat ini, peserta juga aktif berbagi pengalaman dan refleksi terkait perubahan sosial dan budaya di masyarakat adat.
Hari terakhir, yaitu hari kelima dilakukan review dokumen identifikasi pengajuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) dari Penyusunan Dokumen MHA. Narasumber menyampaikan bahwa dokumen MHA harus memuat informasi mengenai komunitas adat, batas wilayah adat, hukum-hukum adat, situs, dan budaya dalam format yang terpisah sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 52. Selain itu dilakukan presentasi oleh Pasak Birapati mengenai identifikasi MHA Pasak Birapati dan presentasi oleh Pasak Kebebu yang juga menyampaikan identifikasi MHA-nya. Rangkaian pelaksanaan Sekolah Lapang pun ditutup dengan perencanaan penyelesaian dokumen-dokumen penting untuk pengajuan MHA, yang meliputi BA Kesepakatan, Surat Pengajuan, dan BA Batas Wilayah MHA.
0 Komentar
Tinggalkan Balasan