#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Perkumpulan HuMa Luncurkan Film ‘Potret Hutan Adat’

Di awal bulan November (4/11), bertempat di Dapur Sunda, Jakarta Selatan. Perkumpulan HuMa meluncurkan film ‘Potret Hutan Adat’. Peluncuran dilakukan di hadapan wartawan media cetak dan elektronik pada acara Media Gathering.

Film ‘Potret Hutan Adat’ menceritakan tentang kearifan lokal masyarakat adat dalam mengelola hutan secara lestari dan berkelanjutan. “Film ini bagian dari upaya HuMa melawan stigmatisasi masyarakat adat yang sering dituduh sebagai perusak hutan,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa, Dahniar Andriani, di acara Media Gathering, “Padahal masyarakat adat memiliki kearifan lokal dalam mengelola hutan.”

Lebih lanjut Dahniar menambahkan bahwa sumber-sumber alam banyak terdapat di wilayah kelola masyarakat adat. “Salah satu sumber alam itu adalah hutan,” lanjutnya, “Namun, dari 41 jutaan hektare lahan hutan itu, yang pengelolaannya diberikan kepada masyarakat adat hanya 1 persen. Hal itu disebabkan karena politik pembangunan tidak berpihak pada masyarakat adat yang mengelola hutan secara lestari. Meskipun telah terbukti mampu mengelola hutan secara lestari, pemerintah justru masih enggan melakukan penetapan terhadap hutan adat. Sebaliknya, justru muncul aturan-aturan yang mengkriminalisasi masyarakat adat yang telah mengelola hutan secara lestari dan berkelanjutan itu.”

Selain meluncurkan film tentang ‘Potret Hutan Adat’, Perkumpulan HuMa dalam acara Media Gathering itu juga meluncurkan buku ‘Hutan Adat dalam Infografik’. Buku tersebut merupakan hasil riset di 13 lokasi hutan adat. “Buku ini adalah ekstraksi hasil riset 274 halaman dan kemudian kami sederhanakan menjadi sebuah buku infografik setebal 53 halaman,” ujar Erwin Dwi Kristianto, Kepala Divisi Analisis Hukum dan Data Perkumpulan HuMa. “Buku ini juga berisi kronologis konflik di 13 lokasi masyarakat adat.”

Menurut Erwin, pengetahuan kronologis mengenai konflik di 13 lokasi masyarakat adat sangat penting bagi wartawan. “Dengan pengetahuan mengenai kronologis konflik tersebut, liputan yang dihasilkan oleh kawan-kawan wartawan dapat lebih mendalam dan tidak terjebak pada stigma-stigma negatif yang ditempelkan kepada masyarakat adat,” jelasnya.

 

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.