#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Pelepasan Hutan Negara Menuju Registrasi Wilayah Adat

Melalui putusannya nomor 35/PUU-X/2012 (“MK 35”), Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan koreksi terhadap UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (“UU Kehutanan”). Putusan itu pada pokoknya menyatakan bahwa hutan adat bukan menjadi bagian dari hutan negara melainkan menjadi bagian dari hutan hak.

Lebih lanjut, UU Kehutanan menyatakan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Sehingga, hutan hak selain terdiri dari hutan yang berada di atas tanah perseorangan/badan hukum, juga hutan yang berada pada wilayah masyarakat hukum adat.

Putusan MK 35 juga mengkoreksi Pasal 5 ayat (3) UU Kehutanan menjadi “Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan Hutan Adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya Masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”.

Pasca Putusan MK 35, Menteri Kehutanan merespons dengan mengeluarkan Surat Edaran No. 1 Tahun 2013, yang menjelaskan bahwa Menteri Kehutanan akan menjalankan Putusan MK 35 dengan mengeluarkan hutan adat, dengan tetap mensyaratkan peraturan daerah sebagai dasar pengakuan masyarakat hukum adat.

Sementara itu, hasil riset di 15 lokasi menunjukkan bahwa sebagian daerah sudah memberikan pengakuan, tapi sebagian besarnya belum bisa menjawab pelaksanaan Putusan MK 35. 15 lokasi riset tersebut adalah: 1). Seko di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan; 2). Marga Serampas di Kabupaten Merangin, Jambi; 3). Mukim Lango di Kabupaten Aceh Barat, Aceh; 4). Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak, Banten; 5). Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan; 6). Malalo Tigo Jurai di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat; 7). Margo Suku IX di Kabupaten Lebong, Bengkulu; 8). Ketemenggungan Desa Belaban Ella di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat; 9). Ngata Marena di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah; 10). Lipu Wana Posangke di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah; 11). Mukim Beungga di Kabupaten Pidie, Aceh; 12). Ketemenggungan Desa Tapang Semadak di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat; 13). Kampong Mului di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur; 14). Sila Oinan di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat; 15). Saurenuk di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat.

Dalam rentang waktu riset tersebut, pada 17 Oktober 2014 dikeluarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala BPN RI, Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/Menhut-11/2014, Nomor 17/PRT/M/2014, Nomor 8/SKB/X/2014, tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada Dalam Kawasan Hutan (Perber).

Perber ini terkait dengan Nota Kesepahaman Bersama (NKB) 12 Kementerian dan Lembaga bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk percepatan pengukuhan kawasan hutan di Indonesia.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka disusunlah Kertas Kebijakan tentang Pelepasan Hutan Negara Menuju Registrasi Wilayah Adat. Kertas kebijakan disusun dengan cara: pertama, melakukan penapisan unsur masyarakat hukum adat dan bentuk pengakuan lokal berdasarkan hasil penelitian lapangan (fieldwork) di 15 lokasi; kedua, melakukan kajian hukum yang menghasilkan langkah-langkah pelepasan kawasan hutan negara menuju registrasi wilayah adat di 15 lokasi; ketiga, melakukan lokakarya untuk meninjau draf kertas kebijakan.

 

Kertas Kebijakan tentang Pelepasan Hutan Negara Menuju Registrasi Wilayah Adat dapat diunduh di sini. Review atas kertas kebijakan dapat diunduh di sini.

Publikasi lainnya dapat diakses di portal publikasi HuMa.

 

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.