#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Tanggapan HuMa dan AMAN Sulsel Atas Kehadiran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Kajang

Proses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah selesai. Saya akan menjadwalkan bertemu dengan Presiden untuk membahas ini. Sudah tidak ada keraguan bagi saya untuk segera menetapkan Hutan Adat Ammatoa Kajang.”

 

Komitmen Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di depan Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, dalam kunjungannya ke wilayah adat Ammatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, pada tanggal 8 Agustus 2016.

 

Jakarta, 11 Agustus 2016 – Berdasarkan catatan dari pusat data Perkumpulan HuMa Indonesia, kunjungan menteri tersebut adalah rangkaian dari proses penetapan hutan adat Amamtoa Kajang, yang sedari awal digagas oleh AMAN Sulsel dan Perkumpulan HuMa Indonesia. Proses tersebut adalah: Pertama, Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang; Kedua, Pendaftaran Hutan Adat oleh Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang dengan mengajukan surat permohonan dan dilampiri Perda tersebut; Ketiga, Verifikasi dan Validasi oleh Tim Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, BPKH VII, BP DAS Jeneberang Walnae, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bulukumba; Keempat, Gelar Hasil Verifikasi dan Validasi menyimpulkan bahwa permohonan hutan hak oleh Masyarakat Hukum Adat Kajang sudah memenuhi syarat untuk ditetapkan oleh Menteri; Kelima, Konsultasi Publik dilakukan pada tanggal 28 Januari 2016.

Ammatoa Kajang adalah satu dari tigabelas lokasi yang sedang dalam proses advokasi hutan adat. Tigabelas lokasi itu adalah: 1). Seko di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan; 2). Marga Serampas di Kabupaten Merangin, Jambi; 3). Mukim Lango di Kabupaten Aceh Barat, Aceh; 4). Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak, Banten; 5). Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan; 6). Malalo Tigo Jurai di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat; 7). Margo Suku IX di Kabupaten Lebong, Bengkulu; 8). Ketemenggungan Desa Belaban Ella di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat; 9). Ngata Marena di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah; 10). Lipu Wana Posangke di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah; 11). Mukim Beungga di Kabupaten Pidie, Aceh; 12). Ketemenggungan Desa Tapang Semadak di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat; dan 13). Kampong Mului di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.

Dengan landasan Putusan MK 35 dan Permen LHK 32/2015, empat masyarakat hukum adat (Kasepuhan Karang, Tau Taa Wana Posangke, Marga Serampas, dan Kajang) telah mengajukan penetapan hutan adat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebagaimana persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 32 tahun 2015 tentang Hutan Hak, pada tanggal 15 Oktober 2015. Namun sampai hari ini, kementerian baru memproses dua hutan adat (Kajang dan Marga Serampas), dan bermuara dengan kunjungan Menteri ke Kajang.

Kedatangan Menteri LHK ke wilayah adat Ammatoa Kajang dan komitmennya untuk menetapkan hutan adat Ammatoa Kajang adalah janji yang harus ditepati,” kata Sardi Razak, Ketua AMAN PW Sulsel. “Penetapan hutan adat adalah wujud hadirnya Negara dan perwujudan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, serta Pemerintah menunjukkan komitmen internasionalnya terhadap isu Perubahan Iklim, sebagaimana Pidato Kepala Negara saat COP 21 di Paris tahun 2015 silam,” tutup Dahniar Andriani, Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa Indonesia[.]

 

Untuk informasi lebih lanjut, sila menghubungi:

Dahniar Andriani di +62 813  4133 3080, Sardi Razak di +62 813 5544 6625.

 

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.