#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Sidang Pertama Gugatan PMH Pemerintah RI Atas Terjadinya Kabut Asap Di Wilayah Riau Dan Jambi

Oleh : Sandoro Purba

Tanggal 15 Januari 2014 Divisi Pendamping Hukum Rakyat HuMa melakukan kegiatan untuk menindaklanjuti gugatan PMH kebakaran hutan di Riau dan Jambi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dilakukan oleh Tim Advokasi Pulihkan Indonesia pada Adapun Organisasi sebagai Penyelenggara yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, oleh Hakim Mediator Rohmat didampingi Panitera Pengganti Rustiani.

Sementara itu organisasi lain yang terlibat/peserta terdiri dari: Tim Kuasa Hukum Pulihkan Indonesia yang hadir antara lain: Musri Nauli, Muhnur Satyahaprabu, dan Sandoro Purba. Advokasi ini dilakukan untuk melakukan penegakan hukum dalam hal kelalaian Pemerintah RI dalam mengelola lingkungan hidup serta pengabaian atas Hak untuk hidup dari masyarakat di sekitarnya.

Kronologis kasus tersebut sebelumnya antara lain adalah; Pada hari Rabu, 15 Januari 2014, Tim Kuasa Hukum Pulihkan Indonesia, telah menghadiri persidangan dengan agenda mediasi yang dipimpin oleh Hakim Mediator Rohmat didampingi Panitera Pengganti Rustiani; (1) Tim Kuasa Tergugat hadir dalam persidangan kecuali Presiden Republik Indonesia, Polisi Republik Indonesia (POLRI), dan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH); (2) Jalannya Persidangan dimulai dengan pembukaan oleh Hakim Mediator yang meminta maaf atas keterlambatan sidang, karena baru dimulai sekitar Pukul 02.00 WIB, di mana jadwal sebenarnya adalah pukul 11.00 WIB; (3) Selanjutnya, Hakim Mediator memberikan kesempatan kepada Penggugat dan Tergugat untuk memeberikan tanggapan, sebab sebagai mediator beliau belum memahami kasus dan masih butuh membaca berkas. Jadi beliau menyampaikan 2 hal yaitu: a) Supaya Mediasi dioptimalkan; b) Sistem Negosiasi yang efisien di anatara Para Tergugat agar lebih terkoordinir dalam memberikan respon terhadap gugatan dari Penggugat.

Sementara dari Tim Kuasa tergugat yaitu saudara Muhnur memberikan tanggapan dengan memberikan 3 usulan yaitu. Pertama tentang kemungkinan terjadinya persidangan di luar ruangan, sehingga bisa dilakukan mediasi di masing-masing daerah seperti di regio Riau tersendiri dan Jambi tersendiri. Kedua tuntutan Penggugat pada dasarnya tidak ada yang di luar kewajiban menjalankan undang-undang, kecuali permohonan maaf di media. Pertanyaannya bagaimana supaya ada kesepakatan internal di pemerintah dalam melaksanakannya? Dan ketiga,  supaya diadakan pertemuan yang panjang untuk membicarakan kesepakatan masing-masing regio terlebih dahulu dalam mediasi per-regio sebelum akhirnya kesepakatan itu dibawa sebagai tawaran para tergugat pada pertemuan mediasi keseluruhan nantinya.

Sementara tanggapan dari para tergugat antara lain mempertanyakan waktu sidang berikutnya. Kemudian mempertanyakan tentang usulan dari penggugat karena mediasi belum masuk pokok perkara. Selanjutnya bagaimana jika Pemda sudah melakukan tetapi dari kemampuan tidak memadai? Kami meminta penjelasan dari Penggugat tentang kondisi Pekanbaru, Riau yang sebenarnya. Lagipula tindakan preventif sudah kami lakukan, selebihnya sudah merupakan kewenangan Menteri Kehutanan (Menhut). Kalau Penggugat kokoh pada tuntutannya berarti tidak ada mediasi. Harus win-win solution. Kami meminta penggugat untuk mengkoordinir para tergugat untuk menentukan tempat dan waktu dan membuat secara tertulis supaya kalau ada pertemuan bisa kami pertanggungjawabkan kepada atasan. Sementara itu Hakim Mediator merespon tanggapan ini, beliau menyatakan supaya masing-masing regio untuk membuat pertemuan, misalnya di Riau dikoordinir oleh gubernurnya. pada pertemuan berikutnya sudah membawa usulan mediasinya dalam bentuk dokumen. Untuk masalah panggilan resmi, tidak perlu ada surat-suaratan. Kesepakatan sidang selanjutnya dalam persidangan sudah merupakan panggilan sah.

Untuk masalah tuntutan dari penggugat, yang merupakan juga perintah atau kewajiban Undang-Undang yang memang harus dilaksanakan, tidak ada tawar menawar. Tetapi memang waktunya jangka panjang. Tidak musti hari ini diputus, besoknya sudah harus selesai.

Adapaun Hasil dari pertemuan ini adalah Kemudian disepakati persidangan berikutnya adalah tanggal 12 Februari 2014 Pukul 10.00 WIB, dengan agenda sidang mediasi kedua. Sebagai usulan, bagaimana jika HuMa tetap memantau pengejawantahan atau eksekusi dari Petitum ini apabila nanti sudah diputus oleh Hakim. Contohnya: Petitum III “Melakukan tindakan hukum dengan ‘mengaudit’ lingkungan terhadap semua izin perkebunan dan Hutan Tanaman Industri di Propinsi Riau dan Jambi”.

Hal ini bisa sejalan dengan review perizinan yang selam ini didorong HuMa baik melalui koalisi Penyelamatan Hutan dan Iklim Global serta yang relevan dengan Resolusi Konflik yang digagas oleh HuMa. Apakah kemudian HuMa bisa memerinci dengan skema adanya Peraturan Daerah atau yang setara dengan itu untuk membentuk badan yang memiliki fungsi audit izin, yang di dalamnya tertera juga batasan waktu untuk melaksanakan audit perizinan tersebut. Kemudian tertera juga klasifikasi perizinan yang diaudit seperti harus dicabut, setengah layak atau layak dilanjutkan. Lalu juga perlu ada rantai komando yang jelas mengenai siapa yang akan mengawasi Bupati atau Gubernur yang akan melakukan review izin itu di wilayahnya (Sumber BTOR Sandoro Purba).***Sidang Pertama Gugatan PMH Pemerintah RI Atas Terjadinya Kabut Asap Di Wilayah Riau Dan Jambi
Oleh : Sandoro Purba

Tanggal 15 Januari 2014 Divisi Pendamping Hukum Rakyat HuMa melakukan kegiatan untuk menindaklanjuti gugatan PMH kebakaran hutan di Riau dan Jambi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dilakukan oleh Tim Advokasi Pulihkan Indonesia pada Adapun Organisasi sebagai Penyelenggara yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, oleh Hakim Mediator Rohmat didampingi Panitera Pengganti Rustiani.

Sementara itu organisasi lain yang terlibat/peserta terdiri dari: Tim Kuasa Hukum Pulihkan Indonesia yang hadir antara lain: Musri Nauli, Muhnur Satyahaprabu, dan Sandoro Purba. Advokasi ini dilakukan untuk melakukan penegakan hukum dalam hal kelalaian Pemerintah RI dalam mengelola lingkungan hidup serta pengabaian atas Hak untuk hidup dari masyarakat di sekitarnya.

Kronologis kasus tersebut sebelumnya antara lain adalah; Pada hari Rabu, 15 Januari 2014, Tim Kuasa Hukum Pulihkan Indonesia, telah menghadiri persidangan dengan agenda mediasi yang dipimpin oleh Hakim Mediator Rohmat didampingi Panitera Pengganti Rustiani; (1) Tim Kuasa Tergugat hadir dalam persidangan kecuali Presiden Republik Indonesia, Polisi Republik Indonesia (POLRI), dan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH); (2) Jalannya Persidangan dimulai dengan pembukaan oleh Hakim Mediator yang meminta maaf atas keterlambatan sidang, karena baru dimulai sekitar Pukul 02.00 WIB, di mana jadwal sebenarnya adalah pukul 11.00 WIB; (3) Selanjutnya, Hakim Mediator memberikan kesempatan kepada Penggugat dan Tergugat untuk memeberikan tanggapan, sebab sebagai mediator beliau belum memahami kasus dan masih butuh membaca berkas. Jadi beliau menyampaikan 2 hal yaitu: a) Supaya Mediasi dioptimalkan; b) Sistem Negosiasi yang efisien di anatara Para Tergugat agar lebih terkoordinir dalam memberikan respon terhadap gugatan dari Penggugat.

Sementara dari Tim Kuasa tergugat yaitu saudara Muhnur memberikan tanggapan dengan memberikan 3 usulan yaitu: (a) Dimungkinkankah mediasi di luar ruangan pengadilan? Sehingga bisa dilakukan mediasi di masing-masing daerah seperti di regio Riau tersendiri dan Jambi tersendiri; (b) Tuntutan Penggugat pada dasarnya tidak ada yang di luar kewajiban menjalankan undang-undang, kecuali permohonan maaf di media. Pertantaannya bagaimana supaya ada kesepakatan internal di pemerintah dalam melaksanakannya? (c) Supaya diadakan pertemuan yang panjang untuk membicarakan kesepakatan masing-masing regio terlebih dahulu dalam mediasi per regio sebelum akhirnya kesepakatan itu dibawa sebagai tawaran para tergugat pada pertemuan mediasi keseluruhan nantinya.

Sementara tanggapan dari para Tergugat adalah sebagai berikut: (1) Mempertanyakan waktu sidang berikutnmya; (2) Apa usulan dari Penggugat? Lagi pula mediasi belum masuk pokok perkara; (3) Bagaimana jika Pemda sudah melakukan tetapi dari kemampuan tidak memmadai?; (4) Kami meminta penjelasan dari Penggugat tentang kondisi Pekanbaru, Riau yang sebenarnya. Kok berbeda data yang disampaiakn dengan fakta di lapangan. Lagipula tindakan preventif sudah kami lakukan, selebihnya sudah merupakan kewenangan Menteri Kehutanan (Menhut); (5) Kalau Penggugat kokoh pada tuntutannya berarti tidak ada mediasi. Harus win-win solution; (6) Kami meminta penggugat untuk mengkoordinir para tergugat untuk menentukan tempat dan waktu dan membuat secara tertulis supaya kalau ada pertemuan bisa kami pertanggungjawabkan kepada atasan. Sementara itu Hakim Mediator merespon tanggapan ini, beliau menyatakan supaya masing-masing regio untuk membuat pertemuan, misalnya di Riau dikoordinir oleh gubernurnya. pada pertemuan berikutnya sudah membawa usulan mediasinya dalam bentuk dokumen. Untuk masalah panggilan resmi, tidak perlu ada surat-suaratan. Kesepakatan sidang selanjutnya dalam persidangan sudah merupakan panggilan sah.

Untuk masalah tuntutan dari penggugat, yang merupakan juga perintah atau kewajiban Undang-Undang yang memang harus dilaksanakan, tidak ada tawar menawar. Tetapi memang waktunya jangka panjang. Tidak musti hari ini diputus, besoknya sudah harus selesai.

Adapaun Hasil dari pertemuan ini adalah Kemudian disepakati persidangan berikutnya adalah tanggal 12 Februari 2014 Pukul 10.00 WIB, dengan agenda sidang mediasi kedua. Sebagai usulan, bagaimana jika HuMa tetap memantau pengejawantahan atau eksekusi dari Petitum ini apabila nanti sudah diputus oleh Hakim. Contohnya: Petitum III “Melakukan tindakan hukum dengan ‘mengaudit’ lingkungan terhadap semua izin perkebunan dan Hutan Tanaman Industri di Propinsi Riau dan Jambi”.

Hal ini bisa sejalan dengan review perizinan yang selam ini didorong HuMa baik melalui koalisi Penyelamatan Hutan dan Iklim Global serta yang relevan dengan Resolusi Konflik yang digagas oleh HuMa. Apakah kemudian HuMa bisa memerinci dengan skema adanya Peraturan Daerah atau yang setara dengan itu untuk membentuk badan yang memiliki fungsi audit izin, yang di dalamnya tertera juga batasan waktu untuk melaksanakan audit perizinan tersebut. Kemudian tertera juga klasifikasi perizinan yang diaudit seperti harus dicabut, setengah layak atau layak dilanjutkan. Lalu juga perlu ada rantai komando yang jelas mengenai siapa yang akan mengawasi Bupati atau Gubernur yang akan melakukan review izin itu di wilayahnya (Sumber BTOR Sandoro Purba).***

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.