#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Memperkuat Masyarakat Gambut Nasional

Palangkaraya– Pertemuan masyarakat gambut nasional yang dihadiri oleh perwakilan Masyarakat Sumatera, Kalimantan dan Papua dengan tema memperkuat posisi dan model kelola masyarakat gambut dalam kebijakan nasional (24-25/2/2015).

Luas lahan rawa gambut Indonesia sekitar 10,8 % dari luas daratan Indonesia. Kawasan gambut di Indonesia mengalami kerusakan yang begitu parah. Sebagian besar kawasan gambut di Indonesia telah dikonversi menjadi kawasan industri skala besar seperti perkebunan sawit, pertambangan, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan proyek-proyek pembangunan lainnya.

Ekspansi industri skala besar dan monokultur mengancam keberadaan lebih dari 10 juta jiwa masyarakat yang hidup dan menggantungkan hidupnya terhadap kawasan gambut. Kanalisasi yang dilakukan di lahan gambut oleh industri skala besar menyebabkan lahan gambut menjadi kering dan kehilangan fungsi hidrologisnya.

Saat ini masyarakat gambut mengalami kesulitan mengenai (1). Kepastian lahan bagi kehidupan, (2). Stigma para pihak yang menyebutkan masyarakat tidak mampu mengelola lahan gambut, (3). Gambut dipandang sebagai lahan kosong dan tidak produktif.

Model pembangunan eksploitatif yang dipaksakan melalui pemberian izin-izin konsesi skala besar disektor perkebunan kelapa sawit, pertambangan, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan proyek-proyek pembangunan di atas tanah-tanah masyarakat gambut, menyebabkan masyarakat gambut kehilangan kehidupan serta menanggung akibat kerusakan lingkungan.

Menurut Isnadi Esman, Sekretaris Jendral JMGR (Jaringan Masyarakat Gambut Riau), “Kerusakan gambut di Provinsi Riau sudah di level sangat parah, dari 4.06 Juta luas gambut di Riau kini hanya tersisa kurang dari 1 Juta hektar. Konversi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan sawit dalam sekala besar merupakan pemicu utama kerusakan gambut tersebut. Hal ini berimplikasi kepada hilangnya hak hidup masyarakat berupa sumber-sumber kehidupan, baik itu ruang kelola dan hutan gambut tempat masyarakat bergantung hidup”.

Ibu Ane Binti perwakilan masyarakat Kalimantan Tengah menyampaikan” Program Pangan Lahan Gambut (PLG) 1 Juta hektar tahun 80an tidak berhasil dilakukan berdampak pada penghilangan sumber ekonomi, perusakan ekologi, kebakaran lahan dan mudah banjir. Hal ini merupakan bukti dari kegagalan dalam mengelola gambut secara lestari dan ini juga menjadi bencana bagi masyarakat gambut di 5 Kabupaten di Kalteng”.

Sementara itu, Sudarto Marelo Kepala Devisi Gambut SPS (Sarikat Petani Sriwijaya) Sumatera Selatan Mengatakan “masyarakat memandang lahan gambut itu adalah lahan kehidupan, sementara investasi memandang gambut sebagai lahan eksploitatif serta pemerintah melihat gambut sebagai PAD”.

Menurut Abdul Gani Kaize, perwakilan masyarakat Papua “proyek MIFFE telah menyebabkan masyarakat kehilangan hak dan akses atas tanah, serta kerusakan ekologi, ekonomi, sosial dan bahkan merusak tatanan adat di Papua”.

Sedangakan Amron selaku Sekjend Jaringan Masyarakat Gambut Jambi mengatakan “ 70% wilayah gambut di propinsi Jambi telah dikonversi menjadi perusahaan HTI dan perkebunan kelapa sawit, menyebabkan hilangnya sumber-sumber ekonomi masyarakat di 133 Desa”.

Dari kondisi objektif yang disampaikan oleh perwakilan beberapa provinsi diatas menunjukkan bahwa telah terjadi pengrusakan lahan gambut secara sistematis, terstrukutur dan masif. Selain itu berdampak pada pemiskinan terhadap masyarakat.

Pernyataan di atas terlihat masih dijalankannya politik warisan kolonial yang tidak mengakui keberadaan masyarakat dan wilayahnya dalam bentuk tertulis, ini merupakan ancaman bagi masyarakat dan wilayah kelolanya. Penggusuran, pengambilalihfungsian lahan-lahan masyarakat dalam kerangka pembangunan investasi hingga saat ini ujar Sekretaris Bersama (Sekber) Jaringan Masyarakat Gambut Sumatera, Albadri Arif (disarikan dari Siaran Pers Bersama Pertemuan Masyarakat Gambut Nasional, Palangkaraya 24-25 Februari 2015).

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.