#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Siaran Pers Kasus Warga Kec. Kubu Kabupaten Kubu Raya – PT. Sintang Raya di Kalimantan Barat

PT. Sintang Raya merampas tanah masyarakat Kubu Raya dan melanjutkan prkatek perkebunan yang melawan hukum;

BPN harus bertanggung jawab dan mencabut HGU PT. Sintang Raya

Selasa, 03 Juni 2014

PT. Sintang Raya mesti segera menghentikan seluruh proses operasi perkebunan sawit dan BPN harus segera mencabut HGU PT. Sintang Raya di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini didasarkan pada gugatan hukum oleh masyarakat Kubu Raya atas HGU PT. Sintang Raya Nomor 04/2009 tertanggal 05 Juni 2009 dengan surat ukur 02 Juni 2009, Nomor 182/2009 dengan luas areal 11. 129.9 Ha.

Dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak No. 30/6/2011/ PTUN PTK, menyatakan Batal demi hukum sertifikat atas HGU PT. Sintang Raya Nomor 04/2009 tertanggal 05 juni 2009, surat ukur 02 juni 2009, Nomor 182/2009 dengan luas areal 11. 129.9 Ha. Sejalan dengan itu, atas upaya banding yang dilakukan PT. Sintang Raya, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan putusannya menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Pontianak dengan Nomor 22/B/2013 PT. TUN JKT. PT. Sintang Raya melakukan upaya hukum kasasi, dengan nomor register 550 K/TUN/2013, namun upaya hukum tersebut tidak dapat dilakukan dan atau ditolak oleh Mahlamah Agung RI yang tercatat dalam Putusan tertanggal 27 Februari 2014.

Kurniawan Sabar, Manager Kampanye Eknas WALHI menyatakan “dengan memperhatikan putusan PTUN Pontianak hingga putusan MA, maka PT. Sintang Raya sudah semestinya segera menghentikan proses operasi perkebunan sawit da angakt kaki dari Kec. Kubu Kalimantan Barat. Dengan putusan ini sebenarnya saat ini PT. Sintang Raya tidak memiliki dasar hukum dalam mengelola kawasan HGU yang secara hukum telah  dibatalkan oleh keputusan pengadilan dan dikuatkan oleh Mahkamah Agung. BPN Kanwil Pontianak sesuai perintah hukum dalam putusan pengadilan harus segera mencabut HGU PT. Sintang Raya seluas 11. 129,9 Ha. Sedangkan PT. Sintang Raya harus segera menghentikan usaha perkebunannya karena sudah tidak punya lagi dasar legalitas untuk menguasai lahan tersebut.

PT. Sintang raya sendiri mendapat izin Prinsip pada tahun 2003 dari pemerintah daerah sebelum ada pengesahan dari Menteri Hukum dan Ham sebagai badan hukum yang legal dapat melakukan perbuatan hukum. Pada tahun 2007 atas penyerahan lahan yang ditanda tangani oleh para kepala Desa dengan iming-iming bahwa ketika ada perusahaan maka masyarakat akan semakin sejahtera, dengan banyaknya tenaga kerja yang akan diserap dan pola usaha bersama serta membangun sebuah unit usaha rakyat dan di dalam areal kawasan perushaan akan diberi 20% lahan kepada warga selebihnya di ambil oleh prushaan 80%.

Menurut Yunus, Perwakilan warga Kec. Kubu Raya, “Kenyataannya, dengan adanya perusahaan, secara ekonomi pendapatan masyarakat justru menurun drastis, karena selain lahan pertaniannya dikuasai secara paksa, keberadaan perkebunan sawit juga berpengaruh pada tanaman diatas lahan yang masih dikelola oleh masyarakat akibat semakin banyaknya hama. Perjanjian antara perusahaan dan tokoh masyarakat tidak dijalankan (pembagian hasil 20/80), selain itu masyarakat juga kekurangan air tawar/air bersih karena sumber cadangan air berupa hutan telah hilang.”

Selain itu, tambahnya, “Dalam pengambil alihan lahan (tanah) masyarakat, perusahaan menggunakan aparat dari satuan kepolisian untuk mengawal proses pembukaan lahan dengan alasan takut terjadi kerusuhan atas penolakan warga masyarakat terhadap penggusuran yang dilakukan oleh perusahaan. Dalam menjalankan aksinya, aparat pada saat itu tak segan melakukan intimidasi serta penagkapan terhadap masyarakat yang menolak keberadaan PT. Sintang Raya. Intimidasi yang dilakukan juga dengan cara mengeluarkan surat panggilan terhadap warga masyarakat kec. Kubu. Dalam panggilan tersebut, warga dimintai keterangan atas perbuatan tidak menyenangkan atas laporan PT. Sintang Raya kepada pihak kepolisian.”

Upaya PT. Sintang Raya saat ini dalam menguasai tanah adalah upaya melawan hukum pasca adanya Putusan Pengadilan Tata Usaha Pontianak, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara -Jakarta dan Kasasi Di Mahkamah Agung yang membatalkan secara hukum HGU PT. Sintang Raya. Tomo selaku Direktur Linkar Borneo menerangkan bahwa “PT. Sintang Raya sampai saat ini tetap melakukan penguasaan dan pengelolaan lahan yang diklaim sebagai areal HGU. Mereka juga melakukan propaganda isu bahwa yang di batalkan dalam pengadilan hanya luasan 5 Ha bukan HGU secara keseluruhan, intimidasi kepada karyawan bahwa kalau tidak mengikuti keinginan perusahaan maka akan diberhentikan secara sepihak, serta menjanjikan keuntungan besar bagi Aparat Desa yang mau kerjasama dengan perusahaan.”

Ridwan, Kadept. Pengorganisasian PP AGRA juga menegaskan, “praktek yang dijalankan oleh PT. Sintang Raya merupakan gambaran umum praktik perkebunan skala besar di Indonesia khususnya perkebunan sawit yang menjalankan skema monopoli tanah. Parahnya, monopoli tanah (sumber agraria) oleh korporasi pada umunya akan diikuti oleh praktik perampasan tanah warga (dengan iming-iming palsu ataupun secara paksa) dengan melibatkan aparat. Selain itu, perusahaan berupaya melegalisasi penguasaan lahan melaui kerjasama dengan pemerintah (Pemda dan BPN), sehingga sangat sering ditemukan kecurangan dalam proses pemberian HGU Perkebunan. Ada indikasi yang kuat bahwa praktik kecurangan ini juga terjadi dalam proses perizinan dan pemberian HGU PT. Sintang Raya di Kalimantan Barat. Namun saat ini, apapun alasannya berdasarkan putusan pengadilan, BPN harus segera mncabut HGU dan tidak menerbitkan HGU bari kec. Kubu sesuai tuntutan warga yang tidak ingin tanah mereka dikelola untuk perkebunan sawit.”

Contact Person: Kurniawan Sabar (085255490050)

Ridwan (081210335037)

Tomo (081345412768)

 

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.